Selasa, 01 Maret 2022

Selotip

Tujuh Agustus Dua Ribu Sembilan Belas pukul tujuh lewat lima belas menit, aku tiba di fakultas. Terlihat barisan mahasiswa baru di depan fasilitator berbaju biru marine yang memegang sebuah bambu. Aku membaca satu-satu nama pahlawan di kertas yang menempel pada bambu tersebut. Itu dia. Chairul Saleh. Kelompok gugusku. 

Aku bergegas. Berbaris. Lalu melihat seorang laki-laki tampak sibuk dengan kubus kardus warna-warniㅡyang belum jadiㅡtepat di depanku berdiri. Nampaknya dia belum selesai membuat penugasan untuk ospek hari ini. Tidak enak hanya menonton, aku membantunya dengan sebuah misi terselubung: meminta selotip miliknya. Plastik nametag-ku patah. Aku harus menempelkannya kembali agar dapat digantung dengan baik.

Selesai dia membuat kubus, aku melancarkan misiku. "Apa aku boleh minta selotipnya?"

Tapi sepertinya dia masih sibuk merapihkan kubusnya dan menjawab dengan masih setengah panik, "hah? oh iya iya boleh."

Aku potong selotipnya dengan guntingㅡyang juga punya dia. Menempelkan selotip itu ke plastik nametag-ku. Lalu aku kembali berdiri berbaris sementara dia masih sibuk memasukkan kubus-kubus itu ke dalam plastik kresek hitam besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Habis ini lalu apa?

Aku sudah menuntaskan wajib belajar 12 tahun dan 4 tahun kuliah. Lalu apa?  Bekerja? Menikah? Menciptakan tujuh keajaiban dunia? Aku benar b...